Pages

Sunday 17 April 2011

Kekasih Hati



"Dari mata turun ke hati". Ya, itulah sebuah ungkapan kata yang sering kita dengar. Kita sering kali menilai seseorang dari fisiknya. Emang sih gak salah, tetapi jangan cuma fisik aja dong yang dinilai. Lihatlah kekasihku ini, seorang kekasih sempurna.

Bentuk tubuhnya indah. Susunan badannya kokoh. Tidak pendek dan tidak tinggi namun cenderung ke jangkung. Tak gemuk tak pula kerempeng. 
Cahaya air mukanya terang. Kulitnya putih bersih agak kemereh-meahan. Wajahnya tidak tebal tapi rada bulat manis bercahaya. 
Kepalanya besar seperti yang biasa ada pada orang cerdas. Matanya bulat besar, putihnya sangat putih dan hitamnya sangat hitam. Pandangan matanya selalu bersungguh-sungguh. Alisnya agak panjang, hitam, dan melengkung.
 Rambutnya yang hitam lebat dan berombak tersisir rapi ke kanan dan kiri separuh-separuh dan tidak melewati daun telinga. Tapi terkadang juga dibiarkannya terurai merambati kedua bahunya dengan sedikit berjambul di bagian muka.
 Dahinya lebar, rambut kedua keningnya sempurna dan tipis hampir tampak bersambung tetapi tidak. Bulu matanya lentik-panjang.
Hidungnya mancung dengan batang hidung yang tinggi dan membungkuk indah. Dengan lubang hidung yang kecil.
Matanya besar pantas dan bercelak. Cambang dan janggutnya panjang dan tebal. Halus pipinya, rata, tida tembem dan tidak cekung.
Dadanya berambut halus, perutnya rata dengan dada. Kedua lengan dan pundaknya berbulu. Kedua tapak kaki dan tangannya tebal namun halus panjang dan lebar ujungnya.
Mmmhhhh, sangat ideal kan? Tetapi fisiknya ini bukan apa-apa jika dibandingkan dengan akhlaknya.
Kekasihku ini sangat jujur dan terpercaya. Bahkan musuh-musuh pun mengakui sifatnya ini. Jika menghadapi dua pilihan, dia akan memilih yang termudah asal tidak mengandung dosa. Tidak berlebihan dalam semua hal (makan, minum, berpakaian, dan sebagainya).
Bersih lahir-batin. Banyak melewatkan malam dalam keadaan terjaga. Gemar berolah raga. Menyukai daging, susu, dan  buah-buahan. Tidak menyukai kekerasan dan sangat menghargai kebebasan. Tak pernah memaksakan pendapat walau berniat mulia. Bergaul pada siapapun tanpa melihat warna kulit, agama, suku, status sosial, dll. Tapi pada orang munafik yang lancang dia tampak gagah dan menakukan. Tabah menhadapi kesulitan dan senantiasa bersyukur. Tak pernah mau menerima pujian, kecuali yang sepantasnya. Jika sedang berjalan beriringan bersama sahabat-sahabatnya, dia banyak berjalan di belakang. "Biarkan punggungku untuk malaikat," katanya.
Berjalan dengan tenang tetapi tegap, lurus ke muka, dan cepat, seolah berjalan turun (kalau sendirian). Dan jika berpaling, seluruh tubuhnya ikut berpaling pula.

Siapakah dia? Siapa lagi kalu bukan Muhammad SAW. Akhlaknya yang sempurna juga ditulis Alloh SWT dalam Al-Quran.

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi kamu, yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan menemui Allah dan Hari Akhir dan mengingat Allah sebanyak-banyak” (QS Al Ahzab 33 : 21).
“Aku telah menyaksikan bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan aku telah menyaksikan bahwa Muhammad adalah Utusan Allah”.

Malam Itu


Malam itu, di kala letih tubuh sudah mulai menerpa, tak ku sangka laki-laki itu berkata, "Bisakah kita berbicara?". Selintas kupandangi keraguan di matanya, tapi ada keseriusan di raut wajahnya. "Hhhhhmmmmm, ada apa ya? Tak biasanya laki-laki ini mengajakku bicara", gumamku dalam hati.
Aku luangkan waktuku untuk sekedar mengetahui apa yang ingin laki-laki ini bicarakan. Dan dia pun berbicara dengan hatinya, menceritakan kisahnya. Aku tak bisa berkata apa, hatiku tersentuh oleh kisahnya, oleh ketegarannya. Malam itu aku hanya terpaku. Tak ada lagi letih yang ku rasa.