Pages

Saturday 8 October 2011

Aku Mencintaimu, Bintang

Saat itu, hujan gerimis menari-nari di balik kaca mobil yang kutumpangi. Mobil melaju perlahan ditengah suasana ibu kota yang mulai padat. Tak seperti biasanya, hujan menari dengan kasar, grasak-grusuk, dan sebentar terdiam sebentar menari. Biasanya hujan selalu menyejukkan hatiku, meresap ke relung jiwa, dan menghadirkan sebuah rasa dan fikiran yang begitu tenang, begitu syahdu. So comfortable, dan aku mencintai hujan. Tapi kali ini tidak. Apakah karena hujan masih enggan untuk menari? Tak adakah irama musik yang begitu menarik sehingga kau tak juga mau melantai di bumi? Seharusnya engkau menari dan meliuk-liukkan badanmu dengan indah. Karena bulan itu bulan September. Seharusnya kau melantai dengan bebas, melantai dengan riang, tak peduli irama musik yang hadir seperti apa. Karena aku tau, kau memiliki musik sendiri. kau bisa menghadirkan musikmu sendiri.

Ah... mungkin dia perlu waktu untuk menghadirkan good mood. Atau jangan-jangan, semua yang ku rasa, gejolak itu, grasak-grusuk itu bukan karena hujan. Melainkan karena sesuatu yang lain.

Hujan akan terus seperti dirinya yang apa adanya. Menari sebebas mungkin, sesuai musiknya. Menikmati tariannya sendiri, dan tak peduli apakah yang melihatnya menghardikmu, menikmati indahmu, atau bahkan ikut menari bersamamu.

Ya, perasaan tak enak itu ternyata muncul dari ruang hatiku. Ada rasa yang hilang dari dalam diriku. Entah apa....

Dalam lamunanku, aku teringat......

Sebuah rasa nyaman, rasa aman, dan selanjutnya menjelma menjadi rasa bahagia, selalu bisa kau hadirkan. Tentu saja kali ini bukan hujan, tetapi sesuatu yang jauh... jauh... jauh lebih indah. Sang Pencinta telah menjadikannya tumbuh dalam hatiku, sang perindu cinta. Aku ingin sekali menyebutnya bintang.

Bintangku selalu hadir menemaniku, di kala aku tidur, bintang menyelimuti. Dan di kala ku terjaga dari mimpi malamku, kau selalu setia menemaniku, menerangi relung hatiku.

Kau selalu menjadi bintang yang paling bersinar dibandingkan gugusan bintang lain di langit sana. Dan cahayamu juga tetap terang, meski matahari mengejarmu. Kau tak pernah hilang, kau selalu ada untuk menyinariku.

Kali ini... kemanakah engkau berada? Aku merindukanmu. Merindukan mimpi-mimpi yang selalu kita rajut bersama. Merindukan asa yang selalu kita tenun berdua.

Aku tau bintangku terlalu indah kalo sinarnya ku nikmati sendiri. dan bintangku juga tidak bisa menolak sinarnya yang telah diberikan Tuhan untuknya. Selalu bintang bicara, biarlah penduduk bumi menikmati sinarnya, karena sinar itu ada dan semakin berpijar jika aku meyakini bintang adalah milikku.

Maka sejak saat itu, bintang menjadi milikku. Ku bagi sinarnya dengan segala hiruk pikuk penduduk bumi, tapi hanya aku yang bisa memetikmu, dan selalu menempatkannya di ruang hatiku.

Akhirnya ku tersadar, ah ternyata aku merindukannya. Aku merindukan bintang. Dan perasaan tak menentu itu datang, karena aku semakin mendekatimu. Karena aku ingin memetikmu. tapi aku belum mempunyai cukup keyakinan, apakah aku mampu? Namun kau bintang, kau selalu berhasil membuang kebimbanganku, selalu berhasil menghadirkan senyuman terindah, tak hanya untukmu tetapi juga untuk dunia.
Aku ingin sepertimu, menerangi cakrawala.

Bintang aku mencintaimu....
Kau terindah.... dan selalu terindah, aku bisa apa tuk memilikimu?







No comments: