Pages

Thursday 16 May 2013

Menghargai Perbedaan



Pada suatu waktu, ada seorang mahaguru yang ingin mengambil break dari
kehidupannya sehari-hari sebagai akademisi. Akhirnya dia memutuskan
untuk pergi ke sebuah pantai dan meminta seorang nelayan untuk
membawanya pergi melaut sampai ke horizon.

Seperempat perjalanan, mahaguru tersebut bertanya, "Wahai nelayan,
apakah Anda mengenal ilmu geografi?" Sang nelayan menjawab, "ilmu
geografi yang saya ketahui adalah kalau di laut sudah mulai sering ombak
pasang, maka musim hujan segera akan tiba." "Nelayan bodoh!" kata
mahaguru tersebut. "Tahukah kamu bahwa dengan tidak menguasai ilmu
geografi kamu sudah kehilangan seperempat kehidupanmu."

Seperempat perjalanan berikutnya, mahaguru tersebut bertanya pada
nelayan apakah dia mempelajari ilmu biologi dan sains? Sang nelayan
menjawab bahwa ilmu biologi yang dia kenal hanyalah mengetahui jenis
ikan apa saja yang dapat dimakan. "Nelayan bodoh, dengan tidak menguasai
sains kamu sudah kehilangan seperempat kehidupanmu." Kemudian mahaguru
tersebut bercerita tentang Tuhan yang menciptakan umat manusia dengan
struktur tubuh, kapasitas otak yang sama, dan lain-lain.

Selanjutnya mahaguru tersebut bertanya apakah nelayan tersebut
mempelajari matematika? Sang nelayan menjawab bahwa matematika yang dia
ketahui hanyalah bagaimana cara menimbang hasil tangkapannya, menghitung
biaya yang sudah dikeluarkannya, dan menjual hasil tangkapannya agar
dapat menghasilkan keuntungan secukupnya. Lagi-lagi mahaguru tersebut
mengatakan betapa bodohnya sang nelayan dan dia sudah kehilangan lagi
seperempat kehidupannya.

Kemudian, di perjalanan setelah jauh dari pantai dan mendekati horizon,
mahaguru tersebut bertanya, "apa artinya awan hitam yang menggantung di
langit?" "Topan badai akan segera datang, dan akan membuat lautan
menjadi sangat berbahaya." Jawab sang nelayan. "Apakah bapak bisa
berenang?" Tanya sang nelayan.

Ternyata sang mahaguru tersebut tidak bisa berenang. Sang nelayan
kemudian berkata, "Saya boleh saja kehilangan tiga-perempat kehidupan
saya dengan tidak mempelajari tiga subyek yang tadi diutarakan oleh
mahaguru, tetapi mahaguru akan kehilangan seluruh kehidupan yang dimiliki."

Kemudian nelayan tersebut meloncat dari perahu dan berenang ke pantai
sedangkan mahaguru tersebut tenggelam.

Demikian juga dalam kehidupan kita, baik dalam pekerjaan ataupun
pergaulan sehari-hari. Kadang-kadang kita meremehkan teman, anak buah
ataupun sesama rekan kerja. Kalimat "tahu apa kamu" atau "si anu tidak
tahu apa-apa" mungkin secara tidak sadar sering kita ungkapkan ketika
sedang membahas sebuah permasalahan. Padahal, ada kalanya orang lain
lebih mengetahui dan mempunyai kemampuan spesifik yang dapat mengatasi
masalah yang timbul.

Seorang operator color mixing di pabrik tekstil atau cat mungkin lebih
mengetahui hal-hal yang bersifat teknis daripada atasannya. Intinya,
orang yang menggeluti bidangnya sehari-hari bisa dibilang memahami
secara detail apa yang dia kerjakan dibandingkan orang 'luar' yang hanya
tahu 'kulitnya' saja.

Mengenai kondisi dan kompetisi yang terjadi di pasar, pengetahuan
seorang marketing manager mungkin akan kalah dibandingkan dengan seorang
salesperson atau orang yang bergerak langsung di lapangan.

Atau sebaliknya, kita sering menganggap remeh orang baru. Kita
menganggap orang baru tersebut tidak mengetahui secara mendalam mengenai
bisnis yang kita geluti. Padahal, orang baru tersebut mungkin saja
membawa ide-ide baru yang dapat memberikan terobosan bagi perusahaan.

Sayangnya, kadang kita dibutakan oleh ego, pengalaman, pangkat dan
jabatan kita sehingga mungkin akan menganggap remeh orang lain yang
posisi atau pendidikannya di bawah kita. Kita jarang bertanya pada
bawahan kita. Atau pun kalau bertanya, hanya sekedar basa-basi, pendapat
dan masukannya sering dianggap sebagai angin lalu.

Padahal, kita tidak bisa bergantung pada kemampuan diri kita sendiri,
kita membutuhkan orang lain. Keberhasilan kita tergantung pada
keberhasilan orang lain. Begitu sebuah masalah muncul ke permukaan, kita
tidak bisa mengatasinya dengan hanya mengandalkan kemampuan yang kita
miliki. Kita harus menggabungkan kemampuan kita dengan orang lain.

Sehingga bila perahu kita tenggelam, kita masih akan ditolong oleh orang
lain yang kita hargai kemampuannya. Tidak seperti mahaguru yang akhirnya
ditinggalkan di perahu yang sedang dilanda topan badai dan dibiarkan
mati tenggelam karena tidak menghargai kemampuan nelayan yang membawanya.

Yang jadi pertanyaan kita sekarang, apakah kita masih suka bertingkah
laku seperti sang mahaguru? Bila ya, seberapa sering?

-  N. Adhi W -

No comments: