Pages

Friday 21 August 2009

CHEMISTRY HIDUP


Sudah lama ada rasa yang menghinggap di jemari, namun aku kehilangan kekuatan untuk menjatuhkannya pada tuts hitam notebook kesayangan.

Kini rasa itu makin membucah, hingga merelakan waktu yang tersisa untuk mengumpulkan mozaik-mozaik rasa itu dan menggantungkannya di rumah maya ini.

Ada berbagai rasa yang menghampiri jiwa. Dan hari ini benar-benar terakumulasi dahsyat.

Beberapa rasa dapat aku terjemahkan dalam kata, namun lebih banyak tidak mampu aku kemuka. Bukan perkara besar kecilnya rasa itu. Melainkan karena rasa adalah sesuatu yang tak mampu diraba dan dicerna mata, yang terkadang hanya bisa dirasa hingga rasa itu mengemuka menjadi sebuah gerak nyata.

Ada rasa bimbang. Rasa yang membuat aku tidak bisa tidur nyenyak. Tak bisa konsentrasi. Bahkan ketika rutinitas membaca yang biasanya menyenangkan hingga tak mendengar sekeliling. Namun beberapa waktu lalu tiba-tiba menjadi gundah gulana.
Rasa ini pula yang membuat geraham ku tak lagi asyik mengunyah.

Ada pula rasa sedih. Rasa yang membuat wajah aku menjadi kusut masai, tak bercahaya. Bahkan kehilangan gairah untuk menjemput segala yang terbaik dalam hidup. Pada saat seperti ini, raga ku seakan terbelenggu, jiwa ku untuk beberapa saat terkanal. Ibadah yang seharusnya mampu masuk pada tataran spiritual, hanya mampu sampai pada gerak fisik ritual. Maka jangan ditanya untuk masalah kuantitas. Pasti babak belur. Kehilangan sensasi. Hidup segan mati tak mau. Tak jarang bukan senyum yang mengemuka, kadang-kadang ada air mata.

Dan ada rasa bahagia. Rasa inilah yang bagi ku (dan mungkin bagi semua orang) sepakat ingin memilikinya. Rasa yang membuat jiwa kita berada di pucuk keemasan. Rasa yang membuat setiap kuncup mekar mempesona. Rasa yang tak bisa dipungkiri mampu menyimpul senyum-senyum sendiri menebar dimana rasa itu muncul. Ketika rasa ini menghiasi dinding jiwa kita, dunia yang menjadi satuan ruang gerak kita menjadi luas terbentang. Yang sebagai reaksi hukum kekekalan energi, maka satuan waktu yang kita miliki menjadi makin menyusut, memendek tipis. Ah.. seandainya saja rasa ini bisa kekal untuk selamanya…. ^_^

Ada pula rasa harap dan cemas. Rasa yang ibarat dua keping mata uang yang tak mungkin terbelah. Kalau pun terbelah, niscaya kehilangan makna, hambar yang pasti dirasa. Ya, inilah rasa yang ketika kita mendambakan sesuatu, seseorang, (dan se-se yang lainnya) agar ditakdirkan menjadi bagian dalam hidup kita. Dan rasa ini makin dahsyat ketika saudaranya mulai mengemuka kemungkinan-kemungkinan harapan yang tak kunjung nyata.

Atau ada juga rasa yang merupakan campuran dari sedih, bahagia, harap, dan cemas. Rasa yang membuat ku mengingat sesuatu itu membuat jantung ku berolah raga. Sampai-sampai menghadir keringat dingin di kening ku. Benar-benar dingin tapi menyejukkan. Yang ingin melihat tapi menutup mata. Yang ingin mendengar tapi menutup telinga. Yang ingin merasakan, tapi malah dag-dig-dug. Itulah rasa “deg-deg-an”… Ukh… rasa yang dahsyat… ^_^ Tangan ku saja sampe gemetaran.

Semua rasa itu semakin sempurna hari ini.

Kehidupan ini sebenarnya lebih mirip pelangi ketimbang sebuah foto hitam putih. Setiap manusia akan merasakan begitu banyak warna kehidupan. Ia mungkin mencintai sebagian warna tersebut. Akan tetapi, ia pasti tidak akan mencintai semua warna itu.

Demikian pula dengan perasaan kita. Semua warna kehidupan yang kita alami, akan kita respon dengan berbagai jenis perasaan yang berbeda-beda.
Maka, ada duka di depan suka, ada cinta di depan benci, ada harapan di depan cemas, ada gembira di depan sedih. Kita merasakan semua warna perasaan itu, sebagai respon kita terhadap berbagai peristiwa kehidupan yang kita alami.

Ya, aku menikmati semua warna ini sebagai sebuah bagian yang utuh, tidak terpisah. Sebuah lukisan indah dari Allah, hasil goresan warna-warna yang berbeda. Atau seperti alunan gitar yang akan indah bila nada yang dipetik silih berganti.
Ya Allah, terima kasih atas setiap warna yang Engkau goreskan pada pelangi jiwaku.

Kira-kira saat ini rasa seperti apakah yang menyeruak dalam jiwamu, kawan?

No comments: